Selasa, 28 Juni 2011

Cemburu buta

Alia melihat dengan jelas, gadis itu keluar dari perkarangan rumah Ikwan. Alia juga melihat Ikwan menghantar gadis cantik itu dengan lambaian dan senyuman yang manis. Kata Ikwan, gadis itu adalah kawan kecilnya. Tapi sejak gadis itu datang, Ikwan kian menjauh darinya, Ikwan kerap keluar bersama gadis itu. Hati Alia sakit!


Ikwan jarang menelphone kini. Malah, kalau Alia menelpon ke rumah, selalu saja keluar. Handsetnya juga selalu suruh meninggalkan pesan suara saja, bila ditanya kenapa, jawabnya habis low bat. Apakah mungkin setiap minggu low bat? Kalau ditelpon pun Ikwan menjawab sekenanya saja dengannya. Seolah tidak ada lagi topik yang menarik yg hendak di bicarakan bersama Alia. Alia merasa banyak perubahan sikap Ikwan. Gara-gara kehadiran gadis cantik yang baru pulang dari London itu. Katanya sih kawan lama, au ahhh gelapp………..kekasih lamanya kali............


“Gadis itu kan baru aja datang dari luar negeri, lagi pula mereka memang sahabatan dari kecil. Memang banyak yang akan dibicarakan setelah sekian lama tidak berjumpa.” Alia mau percaya kata-kata Nina yang membujuknya itu. Tapi cemburu dihati Alia masih juga meronta-ronta tak mahu kalah. Jangan sampai ikwan dan gadis itu jadian,,,,,,,,,,,,,,


“Tapi Nina......Ikwan memang udah berubah!!,,, Dia kelihatanya udah melupakan Lia.. keliatannya dia udah malas tuk ketemuan atau sekurang-kurangnya ngobrol dengan Lia, sejak kedatangan kawan baiknya yang cantik itu!.


” Geram Alia bila teringat gadis itu. Sakit hati Alia bila terbayang wajah cantik itu. Memang dia benar-benar cantik! Hidungnya lebih mancung dari Alia, kulitnya putih dan halus. Bukan seperti Alia yang berkulit sawo matang. Matanya besar dihiasi bulu mata yang panjang dan lentik serta alisnya hitam. Pipinya memerah. Bibirnya mungil dan merah jambu tanpa perlu disapu gincu. Rambutnya panjang lurus sebatas dada. Hati lelaki mana yang tidak tertarik. Alia tahu beda antara dia dan gadis itu bagaikan langit dengan bumi.
Alia memandang ke cermin, pantulan dari cermin memaparkan wajahnya yang masam mencuka. Dia lihat keningnya yang nipis, matanya yang kecil dan bulu mata yang pendek. Kulitnya tidak sehalus dan semulus gadis itu. Bibirnya pucat saja. Kalau tidak memakai gincu langsung tidak menarik. Alia mula benci rupanya! Dia ingin kelihatan cantik, lebih cantik dari gadis itu!


Alia membandingkan juga dirinya dengan gadis itu, dia hanya mendapat Diploma satu sekarang dan sekarang hanya jadi karyawan biasa di sebuah perusahaan swasta. Sedangkan Gadis itu baru habis belajar di luar negeri dengan gelar Sarjana Hukum. Kalau dapat kerja nanti, pasti gajinya tinggi.


Ach!!!........ Gadis itu seperti permata yang berharga, sedangkan Alia bagai pasir yang bertaburan dijalanan. Alia mengeluh lagi.


“Pasti Ikwan sudah nggak suka bersamaku lagi.. Ikwan sudah bertemu dengan gadis yang sesuai dengan harapannya..” kata Alia sendirian. Alia sadar, Ikwan tidak sebanding dengannya,


Ikwan berkerja sebagai Direktur Eksekutif di perusahaan ibunya. Mereka adalah golongan berada, bukan seperti Alia yang sederhana. Namun hati Alia masih berharap, dia berharap Ikwan akan kembali mesra seperti dulu. Alia ingat perkenalan mereka yang singkat tapi bermakna.


“Paman Haris ada?” itulah kata-kata Ikwan ketika masuk ke ruangan untuk menemui bos Alia, yang merupakan pelanggannya.


“ Emn.. lagi dia keluar sebentar! Ada yang bisa saya bantu?” ujar Alia sambil mengagumi rupa paras lelaki yang berdiri didepannya. Ikwan kocak sekali. Senyumnya menawan dan suaranya lembut.


“Emn.. nggak apa”! Biar aku tunggu aja..”Jawab Ikwan,,


“Oh.. kalau begitu.. silakan tunggu ” Alia menjawab.


Ikwan duduk di meja tunggu yang menghadap meja Alia, Alia sesekali melirik pada Ikwan yang sedang membuka-buka majalah yang tersedia di atas meja itu. Sadar dirinya diperhatikan, Ikwan melemparkan senyuman menawannya. Alia jadi tersipu malu. Tidak lama kemudian bosnya Alia kembali. Ikwan segera masuk ke ruang kerja paman Haris.


Siang harinya, Alia istirahat dan makan di kantin tempatnya bekerja, ketika Alia menunggu pesanannya, tiba-tiba ada yang menyapa.


“Boleh aku gabung dengan kamu?”


Alia agak terkejut melihat Ikwan berdiri di tepi mejanya.


“Semua meja telah penuh..” ujarnya lagi dengan senyumannya yang mencairkan hati Alia.


Alia agak tergagap tetapi mempersilakan Ikwan duduk semeja dengannya. Mereka mulai ngobrol dan memperkenalkan diri masing-masing. Mula-mula obrolan mereka agak kaku, tapi Ikwan pintar melucu. Alia tak henti-hentinya ketawa dibuatnya.


Ikwan menyerahkan kartu namanya pada Alia, dia juga membayar semua makanan yg dipesan.


“Terima kasih, atas makanannya..” ujar Alia sebelum mereka berpisah.


“Telphone aku kalau ada waktu..” kata Ikwan sebelum pergi. Alia menggangguk. Hatinya berbunga-bunga.


Sejak hari itu, mereka sering berhubungan. Ikwan selalu bercerita tentang apa saja dengannya. Ikwan akan mencurahkan apa saja yang ingin diceritakan pada Alia. Lama kelamaan hubungan Alia dengan Ikwan menjadi erat. Benih-benih cinta bersemi. Ikwan mengutarakan cintanya pada saat hari ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. sambil memberikan bunga mawar merah, ke Alia. Alia tidak akan pernah lupa betapa bahagianya hari itu. Bagaikan seorang puteri yang mencapai impiannya.
Tapi itu dulu, sebelum kehadiran gadis cantik yang baru pulang dari luar negeri. Kini Ikwan semakin sibuk. Dia tidak ada waktu untuk menghubungi Alia. Dia sudah ada teman lain untuk bertukar cerita maupun masalah. Kalau dulu, Alialah tempat mengadu bila hatinya resah atau terlalu penat dengan urusan kerja, kini ada gadis lain yang mengambil alih peranan itu. Alia semakin tersisih.

***************


Alia tidak menghubungi Ikwan lagi selepas dia tahu gadis itu keluar dari rumah Ikwan. Alia tidak mau menjadi muka tembok yang tidak tahu malu. Biarlah Ikwan menghubunginya jika lelaki itu masih ingat padanya. Alia ingin menganggap hubungannya dengan Ikwan sudah berakhir.


Dia mengambil keputusan itu setelah memikirkannya masak-masak. Walau pun tak pernah ada kata putus diantara mereka, Alia lebih rela diam daripada mendengar kata perpisahan dari mulut Ikwan. Namun setelah dua minggu, Ikwan tidak juga menghubunginya, Hati Alia semakin remuk redam.


“Hai Lia.. keliatannya muka kamu suntuk belakangan ini..” Sapa Harun, rekan sekerjanya.


“Kamu jangan terlalu sibuk!!”


“Eh! Kok Marah?” kata lelaki itu lagi. Alia tarik muka masam. Dia memang selalu bermuram durja gara-gara hubungannya dengan Ikwan yang dingin itu.


“Aku bukan apa2 Lia.. tapi sebagai kawan, aku kesian juga melihat kamu.. badan kamu makin susut.. kau makan hati ya?”
Harun berkata lagi. Alia menatap muka Harun dengan tajam. Dia tidak suka orang lain mencampuri peribadinya.


“Aku dah lama tahu hubungan kamu dengan Ikwan .. aku rasa lebih baik kau lupakan saja dia .. aku rasa kau pun tahu, Helina sudah balik dari luar negeri.


“Si cantik itu akan bertunangan dengan Ikwan tak lama lagi.”


Dengan lancar Harun menceritakan hal itu. Darah Alia rasanya naik hingga ke ubun-ubun. Dia tidak menyangka hubungan Ikwan dengan gadis cantik itu sudah sampai ke tahap bertunangan.


“Dari mana kamu tahu semua ini Harun?” tanya Alia was-was. Apa karena kamu pembantunya Harun ? Sehingga banyak tahu tentang Ikwan.


“ Aku sepupu Helina, makanya aku tahu banyak tentang dia dan Ikwan..” Sahut Harun dengan yakin. Alia tertunduk, matanya mulai terasa panas. . Sampai hati Ikwan!
Mau bertunangan aja Ikwan nggak ngasih khabar.


“Apakah mereka dijodohkan oleh keluarganya?” tanya Alia lagi. Dia berharap Ikwan berbuat demikian kerana terpaksa. Alia enggan menerima cerita kalau Ikwan benar-benar mengkhianati cintanya!


“Sudahlah Alia.. jangan berharap lagi! Helina itu memang kekasih dia.. sebelum kau bersama Ikwan .”


Hati Alia hancur berkeping-keping mendengar kebenaran cerita itu. Jadi selama ini Ikwan menipunya. Selama ini akulah pihak ketiga. Aku hanya sebagai boneka Ikwan kala Helina tidak ada bersama. Cuma sandaran sementara saja! Pantas Ikwan tidak memperkenalkannya pada Helina, waktu Helina baru pulang dari luar negeri., jadi memang benarlah Helina adalah kekasih lamanya!


Sakit hati Alia terasa semakin dalam. Jantungnya seakan ditikam-tikam dengan pisau yang amat tajam. Dia benci Ikwan. Dia benci Helina! Mengapa mereka melukai hatinya. Mengapa Ikwan mencampakan cinta dihatinya, dengan kejam membunuh cinta itu tanpa belas kasihan!


“Kenapa dia tidak beritahu aku?” kata Alia seolah-olah bertanya pada Ikwan.


“Entahlah Lia.. dia mungkin takut kau akan bertemu dengan Helina dan mengaku sebagai kekasihnya.. pasti hubungannya dengan Helina akan kandas dan hancur..”


Ada benarnya juga kata-kata Harun itu, Ikwan enggan untuk dihubungi. Dia takut rahasia hubungannya dengan Alia terbongkar.


“Harun.. aku mau ijin setengah hari, .. tolong kasih tahu bos”….!, katakan aku lagi nggak enak badan..”,


Harun mengangguk, Dia keliatan amat bersimpati dengan Alia.


Kenudian Alia mengemasi mejanya. Dia ingin pulang ke rumah dan menangis sepuas-puasnya. Dia ingin meraung dan menjerit untuk melepaskan rasa sakit didadanya. .


Alia segera mengambil telphone dan menekan nomor Zarul, adik sepupunya.


“Hai…! .. ada apa kak?”Zarul menjawab pertanyaan Alia


“Kakak lagi nggak sehat hari ini.. kau di mana sekarang?”


“Saya masih di tempat pertemuan.., lagi ada acara .,nanti habis acara pertemuan aku jemput kakak gimana,,,bisa nggak ?”


Alia mengeluh. Dia ingin segera pulang ke rumah. Tapi Zarul lagi sibuk. Adik sepupunya itu baru tamat belajar dan sedang mencari kerja. Dia berasal dari kampung dan dititipkan oleh ibu bapanya untuk tinggal bersama Alia sementara mendapatkan pekerjaan. Zarul akan menghantar dan menjemput Alia dari kerja setiap hari.


“Ngga apalah! Kakak naik bis aja..”


“Eh! jangan kak..! Zarul datang sekarang..”


“Kan kamu ke tempat pertemuan.. nanti terlambat.. sekarang udah jam 10.30 ..”


“Alah.. masih keburu kak!” . Zarul berkeras mau mengantarnya pulang meski pun dia ada acara pertemuan. Alia terpaksa menunggu. Beberapa menit kemudian terdengar suara kendaraan zarul,. Alia segera keluar dan masuk ke dalam mobil.


“Lihat.. udah jam 10.40am.. mana sempat!” ujar Alia sambil menunjukkan jam tangannya pada Zarul.


“Sempat kak.. ngga jauh kok tempatnya!” balas Zarul sambil ketawa kecil.


“Kakak rasa lebih baik Zarul pergi ketempat pertemuan aja, kakak tunggu di mobil.” Alia mengusulkan.


“Emn.. idea yang baik..” Zarul setuju. Mobil segera meluncur ke tempat yang dituju.


“Eh! Tempat pertemuannya di sini?”


Zarul mengangguk. Alia kenal benar dengan rumah itu. Bangunan itu adalah milik ibu Ikwan. Jadi Zarul pergi ke pertemuan di perusahaan milik keluarga Ikwan. Alia benar-benar benci!


“Zarul sebentar aja.. kakak tunggu ya!” Zarul bergeges masuk ke dalam rumah itu.


Alia mendengarkan radio sementara menunggu Zarul masuk ke dalam. Tiba-tiba sebuah mobil masuk, parkir persisi di sebelah mobilnya. Alia keliatannya kenal sama mobil itu, dia menoleh melihat yg ada di dalam mobil. Alia tersentak, ternyata Ikwan!


Lantas Alia berpura-pura tidak melihat Ikwan. Alia menundukkan kepalanya sambil membaca surat khabar yang dibeli Zarul.. Perasaannya bercampur baur. Dia pun tidak tahu mengapa dia mengelak saat bertemuka dengan Ikwan. Biarlah hubungan mereka berlalu bagai angin yang datang menyapanya untuk seketika. Rasanya tak perlu lagi Alia mempermasalahkan dengan Ikwan atau Helina. Alia sadar siapa dirinya.


Namun jauh di lubuk hati Alia, dia merasa cukup pedih dan sengsara. Cinta yang mekar di hatinya itu bukannya mudah hendak dibuang dalam sekejap mata.


Ketika dia asik merenungi nasibnya, tiba-tiba Zarul muncul mengetuk kaca mobil. Di belakangnya ada Ikwan yang memandangnya dengan wajah penuh misteri. Alia segera membuka jendela mobil,


“Kakak.. saya telah diterima bekerja di sini.. dan ini adalah bos aku.. katanya mau ketemu kakak..” kata Zarul sambil tersenyum simpul. Hati Alia menjadi tidak keruan. Dia memandang muka Zarul dan Ikwan silih berganti.


“ Emn.. boleh kita ngobrol berdua..?” Kata Ikwan dengan tenang.


Alia terasa lidahnya kaku,. Dia yakin, Ikwan mau berterus terang dengannya kini. Tak terasa air mata mulai mengalir dipipinya yg memerah, Alia mengangguk perlahan.


Lia segera keluar dari mobil kecilnya dan naik ke mobilnya Ikwan, dan Ikwan membukakan pintu mobilnya..


“Zarul pulang aja dulu ya….!” kata Alia pada Zarul. Zarul agak keheranan karena calon bosnya mengajak kakak sepupunya masuk ke dalam mobilnya pula. Tapi Zarul tidak membantah. Dia masuk ke dalam mobil dan pergi berlalu meninggalkan Alia dan Ikwan.


“Kita pergi ke tempat biasa?” kata Ikwan lembut.


Alia tidak menjawab, Dia hanya terbayang puncak bukit di mana mereka selalu menghabiskan masa bersantai di situ. Dengan membawa sedikit makanan, mereka seolah-olah tinggal di puncak bukit itu. Tapi itu dulu, sebelum kehadiran Helina.


Alia yakin, Ikwan hendak berkata tentang hubungan mereka pada hari ini. Mungkin hari ini adalah hari terakhir mereka mengunjungi puncak bukit yang indah itu.


“Kenapa diam?” Alia menoleh memandang Ikwan.


Ikwan melirik ke Alia. “ Nggak ada apa2…..” Sahut Alia malas.


Sebenarnya dia mau menumpahkan segala yang ada di hatinya. Dia mau tanya tentang Helina dan mengapa Ikwan merahasiakan hubungannya dengan Helina selama ini. Alia ingin sekali mengamuk atas sikap Ikwan yang mempermainkan hati dan perasaannya. Namun, Alia hanya membisu, dia tidak tahu hendak berkata apa kepada Ikwan. Cintanya pada Ikwan begitu dalam dan Alia pasrah jika terpaksa mendengar khabar buruk itu hari ini.


Sepuluh menit kemudian mereka sampai di puncak bukit. Suasana tenang dan dingin. Tapi hati Alia semakin ketakutan. Takut menghadapi kata-kata perpisahan dari Ikwan.


Ikwan kejam karena mempermainkan harga dirinya. Alia tidak mau kelihatan bodoh dengan mengamuk pada Ikwan yang nyata2 menjadikannya sebagai boneka mainan. Itulah tekad Alia. Alia ingin terus bersabar.


“ Kenapa diam saja dari tadi Lia..?” tanya Ikwan lagi. Dia memandang mata Alia seolah-olah mencari-cari sesuatu di situ. Wajah Alia muram. Tidak ada apa-apa di matanya kecuali kedukaan.


“Katakan aja Wan yg mau kamu katakan..” ujar Alia membuang pandangannya dari wajah Ikwan. Ikwan menarik nafas dalam-dalam. Sukar untuk memulai pembicaraan.


“ Wan tahu, dalam hati kecil kamu Wan seolah-olah menjauh khan ?.. maafkan Wan..” Ikwan mulai membuka kata-kata. Alia mengigit bibir menahan sedih di hatinya.


“Kamu udah nggak mau menghubungi Wan lagi.. kamu juga seolah-olah tidak mau tahu tentang Wan lagi..” Sambung Ikwan.


Alia terus membisu, dia enggan berkata apa-apa. Biarlah Ikwan menyampaikan kata-kata terakhirnya sebelum mereka berpisah. Alia bersiap untuk mendengar kebenaran yang pasti menyakitkan itu.

“Biarlah Wan berterus terang dengan kamu…”


Alia segera menundukan kepalanya dan membelakangi Ikwan. Dia tahu apa yang bakal didengarnya. Airmatanya mengalir deras.


Ikwan tidak menyadari airmata membasahipipi Alia karena Alia menyembunyikan wajahnya dengan menghadap hutan yang lebat.


“ Wan..” suara Alia serak. “ Boleh nggak Wan mengatakan yang nggak perlu..” Alia masih membelakangi Ikwan. Suaranya bergetar,


Ikwan mula merasakan ada pergolakan dalam perasaan Alia. Dia ingin sekali menenangkan perasaan Lia.


“ Lia.. Wan tahu Lia marah,, Wan tahu Wan salah.. tapi bisakah kamu memaafkan Wan…?”


Alia segera berpaling ke arah Ikwan. Ikwan terharu melihat airmata Alia yang bercucuran itu. “Sampai hati kamu Wan.. Lia tahu Lia tak sebanding dengan Wan, tapi kenapa Wan tak terus terang dengan Lia? Seharusnya Wan tak perlu minta maaf dengan Lia.. biarkan saja Lia!


“Nikah aja sama kekasih hati Wan itu.. sampai hati Wan permainkan perasaan Lia..” Terlontar semua uneg-uneg yang selama ini ada didalam hati Lia. Wajah Ikwan nampak terkejut.


“Kenapa…? Wan tak menyangka Lia sudah tahu hubungan Wan dengan Helina? Wan fikir Lia tak tahu Wan akan bertunangan dengan Helina ? Cukuplah Wan.. jangan kamu siksa hati Lia lagi..” Ucap Alia sedikit menjerit. Ikwan tercengang memandangnya.


“ Darimana Lia dapat cerita ini… ?”


“ Itu nggak penting.. yang penting kenapa Wan permainkan perasaan Lia.. kenapa Wan mau bersama Lia sedangkan Wan sudah ada Helina..”


“ Lia.. Lia.. Lia! Wan nggak ngerti.. darimana Lia dapat cerita Wan mau tunangan dengan Helina, sumpah Lia! Dia cuma temen baik Wan dari kecil. Dia bukan kekasih Wan!”


Alia mulai diam, tangisnya reda mendengar kata Ikwan. Mereka berpandangan.


“Betul..?” tanya Alia sambil menghapus airmatanya. Ikwan mengangguk.


“Tapi kenapa Wan tak kenalkan Lia dengan dia ?


Kenapa Wan menjauhkan diri sejak dia datang ?” Wan tarik nafas dalam2. Dia melangkah ke mobilnya dan mengambil sesuatu.


“Nah coba liat ini !”


Beberapa foto diberikan kepada Alia. Alia melihat semua foto2 itu. Semuanya gambar dia bersama Zarul, ketika dalam mobil, di jalan raya dan di perkarangan rumah.


“Kenapa ada gambar Lia dan Zarul..?” tanya Alia tidak faham.


“Kerana foto inilah Wan menjauhkan diri dari Lia..


O.. jadi itu masalahnya….


Beberapa minggu kemudian, satu surat dikirimkan pada Wan. Dalam surat itu ada gambar Lia dan Zarul. Katanya Zarul adalah tunangan Lia.. Lia telah ditunangkan oleh keluarga Lia.. Wan pun frustasi waktu mendapat khabar itu..” cerita Ikwan dengan tenang.


“Tapi kenapa Wan nggak tanya sama Lia?” Kata Alia dengan wajah yang lebih cerah. Sisa-sisa airmata sudah mulai hilang.


“Itulah salahnya Wan! Wan mau Lia sendiri yang berterus terang dengan Wan.. tapi Lia sedikitpun nggak mau mengatakan apa-apa”.


Zarul itu tinggal serumah dengan Lia .. tapi sedikit pun Lia nggak ngasihtahu Wan.. tentulah Wan jadi salah faham. Wan geram, marah dan benci pada Lia sebab itu Wan males mau melayani Lia.. males mau angkat telp Lia.. Kalau Wan tahu Zarul itu adik sepupu Lia.. untunglah dia datang ke pertemuan tadi, Wan masih melihat muka Zarul dalam foto itu. Wan memang liat Lia dalam mobil menunggu Zarul tadi, tapi Wan tak menegur Lia karena Wan masih salah faham dengan Lia, tapi selepas pertemuan Zarul tadi, Wan tanya Zarul siapa gadis yang menunggu dalam mobil ? Barulah Wan tahu Zarul adalah adik sepupu Lia.. barulah Wan tahu selama ni Wan salah faham dengan Lia.. Wan mau minta maaf, yaa…?”


Alia termangu mendengar cerita Ikwan. Rupanya ada cerita yang diluar perkiraannya. Siapa pula yang mengambil foto dan mengatakan dia bertunangan dengan Zarul ? .


“Wan nggak tunangan dengan Helina?”


“Sumpah tidak ! Siapa yang mengatakan ini..”


“Harun.. sepupu Helina! Katanya Wan memang kekasih Helina sebelum Wan bersama Lia ... katanya tak lama lagi Wan akan bertunangan dengan Helina.. Lagi pula Wan semakin menjauhkan diri dari Lia sejak Helina datang..” jelas Alia.


Dia mulai ragu dengan kata-kata Harun.


“Pasti Wan menjauhkan diri dari Lia waktu itu, karena Wan marah melihat foto Lia dengan Zarul.. Wan males mau mengenalkan Lia dengan Helina karena waktu itu Wan benar-benar salah sangka pada Lia.. maaf ya sayang..” Ikwan menarik tangan Alia dan memandang tepat ke matanya. Alia mengangguk sambil menarik nafas lega. Dia menyangka Ikwan hendak memutuskan hubungan tapi kini sebaliknya.


“Memang benar Harun itu sepupu Helina, tapi yg aku heran mengapa dia mau menghancurkan hubungan kita ?” Kata Ikwan penuh tanda tanya. Alia angkat bahu. Kini hatinya lega. Gadis cantik itu ternyata tidak ada hubungan apa-apa dengan Ikwan. Rupanya semua masalah ini hanyalah salah faham dan fitnah orang lain. Rasa cemburu pada gadis itu hilang seketika.


“Dan herannya.. siapa pula yang ambil foto Lia ? Sudah jelas ada orang yang mau menghancurkan hubungan kita?” Kata Alia pula.


“Ya! Mungkin Harun juga?” Alia mengganguk tanda setuju dengan kata-kata Ikwan itu. mereka berpandangan. Saling tersenyum. Mereka tidak peduli lagi apa motifasi Harun, yang paling penting kini mereka sudah kembali bersama.


“Maaf ya?” tanya Ikwan sekali lagi.


“Lia juga..” Balas Alia.


“Sia-sia aja Wan membenci Lia.. nggak tahunya cuma salah faham..” Kata Ikwan sambil ketawa kecil. Teringat akan sikapnya beberapa minggu yang lalu. Seluruh isi rumah menjadi tempatnya melepaskan marah. sikapnya menjadi garang tidak tentu pasal. Anak buahnya di perusahaan juga jadi korban kemarahan ikwan. Bos yang dulunya peramah dan mesra menjadi bengis tak menentu. Nggak pernah mau minta maaf. Semuanya gara-gara foto yang diterimanya itu. Helina pun selalu bingung dengan sikapnya berubah. Mau melawak juga susah . Kalau senyum itu juga terpaksa!


“BenarkahWan benci sama Lia?” Tanya Alia .


“ Ya,,, Sangat Benci .. benci tapi rindu..ha ha ha.. kasian betul Wan menanggung rindu nggak ketemu Lia beberapa minggu. Kadang-kadang Wan berharap Lia akan telp atau SMS.. tapi kalo buka handset.. nggak ada apa-apa..” keluh Ikwan tentang perasaannya tentang hubungan mereka.


“Lia juga.. mau telp Wan.. tapi kalo inget Helina mungkin sedang bersama Wan..jadi nggak jadi telp ” Ujar Alia pula, mereka tertawa bersama. Rupanya mereka sama-sama, cemburu buta!


“Zarul mengatakan Lia lagi nggak enak badan,,, Minta di jemput..” tanya Ikwan dengan muka bimbang. Muka Alia memang pucat sejak tadi.


“Emn..” Alia tersenyum,, Kini dia kelihatan berseri-seri.


“Lia sakit apa?” tanya Ikwan lagi sambil menyentuh dahi Alia.


“Sakit hati..” jawabnya dengan menahan senyum.


“Oh.. rupanya,, Sakit hati tapi kenapa bisa senyum ya ?”


. Lia ikut tersenyum . Alia mencubit tangan Ikwan dengan manja. Ikwan tertawa melihat reaksi Alia.


“Lia..” Ikwan memanggil dengan suara romantis. Alia melihat ke arah wajah lelaki yang dicintainya itu. Rindu benar hatinya pada Ikwan. Untunglah semuanya sudah berubah baik.


“Emn..”


“Terus kapan kita nikah …?”


Mata Alia terbelalak. Dia menatap wajah Ikwan minta kepastian yang tiba-tiba itu.


“Kenapa ? , nggak mau ya ?”Tanya Ikwan lagi.


“Wan mau melamar Lia?” jawab Lia sambil mengangguk.


“Mulai saat ini.. kalau ada masalah, kita mesti katakan ! Jangan simpan sendiri dalam hati.. o.k?” bisik Ikwan . Alia mengangguk. Wajahnya penuh dengan senyum bahagia.


Prasangka seperti itu mungkin sering terjadi, tergantung gimana kita menyikapinya. Tapi kalau saling cinta menyintai, kalau saling kasih mengasihi dan kalau saling mempercayai antara satu sama lain, apa pun kejadianya pasti dapat diselesaikan bersama. Dan satu hal yg prinsip, harus kita ingat bahwa semua itu karena Allah,,,,

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More