Senin, 11 Juli 2011

Cinta tak sampai


Kadang hal yang diharapkan berbenturan dengan kenyataan. Orang menganggapnya sebagai takdir. Di situlah perasaan bermakna, salah satunya adalah cinta. Apa yang dialami Icha memang biasa, terjadi pada manusia umumnya. Tetapi ini menjadi luar biasa, ketika ia merasa bahwa simpatinya bagaikan pungguk merindukan bulan.

Sudah dua minggu ia memendam seribu rasa yang membuat jantungnya berdebar kencang saat melihat sang pujaan hatinya.

“Kita pilih duduk di sini aja. Ayo dong ceritain gebetan barumu,” tiba-tiba terdengan suara serak yang mengusik lamunan Icha.

“Iya... Ri, mumpung kita ngumpul nih,” jawab teman Icha

“Masak lo main rahasiaan sama geng sndiri,” tutur temannya lagi.

Waktu Icha mau mulai cerita tiba-tiba ia melihat Qori, Icha mendadak gugup. Nggak salah lagi itu Qori. Qori dari geng The SRIES, cowok yang sangat dikagumi para cewek-cewek di sekolah.


Icha nyaris nggak bergerak. Menyadari cowok tampan yang sedang ditaksirnya itu ada di meja belakangnya. Sayup-sayup Icha mendengar pembicaraan Qori dan teman-temannya,,,

“Jadi bener nih, dia tinggal di jalan Tumbuhan?” tanya teman Qori.

Deg, Icha nyaris tersentak. Bukankah itu jalan tempat ia tinggal? Jalan itukan kecil, jadi ia kenal hampir semua penghuninya. Kayaknya nggak ada yang seumuran dia, rata-rata sudah kuliah dan kerja. Rasa ingin tahunya semakin memuncak.

“Iya, anak kelas satu juga. aku memang naksir dia. Soalnya dia manis banget, pintar dan baik. Pasti dong banyak saingannya. Makanya aku jaga jarak biar dia penasaran,” suara Qori terdengar riang.

Jantung Icha berdegup kencang. Ia semakin yakin , selain dia nggak ada anak kelas satu SMA tinggal di jalan itu. Kalau masalah kecerdasan otak, Icha memang selalu jadi juara satu sejak cawu pertama. Semuanya klop. Mungkin yang dimaksud Qori itu dirinya?.

“Wah, playboy satu ini sudah bertekuk lutut. Terus kapan dong kamu nembak dia?” desak temannya.

“Oh my god,” Icha nyaris menahan napas.

“Eh, ngomong-ngomong siapa namanya?” tanya temannya lagi.

“Icha,” jawabnya.

Kali ini Icha nyaris nggak mampu menahan diri. Ingin rasanya ia melompat dan berteriak, kalau saja nggak ingat di mana dia berada sekarang. Ini benar-benar keajaiban. Qori naksir dia. Berita ini wajib diceritakan pada sohib-sohibnya.

Pukul setengah tujuh malam, semua persiapan sudah sempurna. Sekarang Qori naksir dia. Primadona sekolah itu menyukai gadis biasa seperti dia. Icha bernyanyi bahagia.

“Kamu nggak sedang melamun kan Cha?” kata Intan sambil terkikik.

“Iya Cha, jangan-jangan itu cuma halusinasi aja,” timpal Shafina.

Icha pura-pura merengut sambil berucap “Pendengaranku masih normal dan aku nggak bakalan cerita kalau tahu reaksi kalian begini”.

“Bukan begitu Cha, Kalau benar Qori naksir kamu, kok dia tenang-tenang aja sih?” kata Intan dan Shafina.

Ruth mencoba menengahi. “Kan Qori sendiri yang bilang dia sengaja jaga jarak biar surprise”.

“Udah deh, pokoknya mulai besok akan bakal jadi cewek paling bahagia di dunia,” ujar Icha tersenyum bahagia.

Keesokan harinya, bel rumah berbunyi. Dengan ceria Icha menghambur ke pintu, tapi ternyata yang datang Kak Adi, pacarnya mbak Enes. Keduanya lalu pergi, sementara Mama dan Papanya sudah berangkat ke acara resepsi. Di rumah hanya ada Icha dan mbak Tami.

Icha mulai tidak sabar. SEdari tadi sohib-sohibnya terus menelpon dan membuatnya tambah be te.

“Icha banguun! Kok ketiduran di sini?” suara Mamanya terdengar sayup. Icha membuka matanya, ternyata Mama dan Papanya sudah pulang.

“O ya, Qori! Astaga, setengah sepuluh malam”Icha melonjak. Ternyata Qori tidak datang dari tadi. Icha mulai kebingungan.

Icha akhirnya ikut ajakan orang tuanya untuk mencari makan malam di luar.

“O ya Cha. Mama lupa cerita tentang cucunya Bu Nanda, padahal sudah sebulan lo. Kapan-kapan kamu main ke sana ya?” tiba-tiba Mamanya bercerita. Icha cuma mengangguk tanpa semangat.

Ketika melewati rumah Bu Nanda, Icha melihat seorang gadis cantik keluar dari rumah diikuti seorang cowok.

“Oh my god”, Icha terkejut bukan main. Berkali-kali dikedipkan matanya, berharap yang dilihatnya itu orang lain. Tapi sia-sia, cowok itu benar-benar Qori. Mereka berdua kelihatan akrab sekali.

Dengan gemetar Icha bertanya pada Mamanya, “siapa nama gadis itu Ma?

“Kebetulan namanya sama dengan kamu .... Icha,” jawab Mamanya.

Icha terkulai menyadari impiannya hancur oleh kebodohannya sendiri. Seharusnya ia mendengarkan ucapan sohibnya. Dan celakanya Icha terlanjur begitu berharap. Dia merasa marah, kecewa dan ... malu sekali.

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More